xOeSJZwEqEHxAtyEgOy1ztCUdVCJP06QsbYigFCu
Bookmark

GERAKAN MAHASISWA


Pendahuluan

     Gerakan mahasiswa saat ini sedang mengalami pergeseran ruang gerak. Gerakan yang dahulunya dimulai dari dalam kampus. Saat ini telah menjadi gerakan sosial yang dapat dipicu dimana saja dan kapan saja, termasuk diluar wilayah kampus. Dahulu gerakan kemahasiswaan selalu dipicu dari dialektika berbagai ide dalam menyingkapi berbagai realitas yang terjadi dalam masyarakat. Dari dialektika tersebut memunculkan kepekaan sosial, yang berujung pada sebuah gerakan untuk memecah kemapaman dan kenyamanan dalam realitas tersebut. Kampus menjadi ruang gerak awal dalam menentukan gerak sosial. Akan tetapi saat ini, dengan semakin mudahnya akses internet dan informasi,membuat ruang gerak tersebut bergeser keluar kampus. Dialetika mulai dilakukan di kafe-kafe, warung kopi dan kos-kosan mahasiswa. Ruang kampus yang semakin kaku dengan adanya beban akademik yang meningkat, serta munculnya sikap pragmatis mahasiswa, yang ke kampus hanya untuk berkuliah, membuat ruang kampus semakin jauh dari semangat gerakan sosial. Akan tetapi memang tidak dpat dipungkiri bahwa aktor-aktor dibalik sebuah gerakan sosial yang berdialektika di warung-warung kopi, kafe dan kos-kosan tersebut, adalah mereka yang jugaberlatar belakang akademis, baik itu mahasiswa, dosen dan atau alumni sebuah kampus. Isu yang dibahas masih tetap sama, yakni perubahan dalam masyarakat. Namun ruangnya tidak lagi dikampus secara fisik.
    Setelah isu tersebut didialektika-kan, selanjutnya mereka akan bergerak dengan cara yang berbeda juga. Kebanyakan gerakan dilakukan lewat media-media sosial. Forum-forum diskusi dibuka di berbagai media sosial, untuk membahas topik yang menjadi isu sentral. Media sosial saat ini menjadi media gerakan terbaru. Isu-isu yang didiskusikan dengan berbagai pendekatan, mengingat media sosial merupakan ruang bagi masyarakat umum. Ada yang berkomunikasi dengan karakter akademis, masyarakayt awam, hingga masyarakat kecil dan komunikasi pasar. Debat dan saling serang menjadi aktivitas yang tak terbantahkan dalam dialektika media sosial. Namun bila isu tersebut didiskusikan secara lebih serius, maka akan memberikan dampak yang baik bagi perubahanan dalam masyarakat. Facebook membantu terjadinya gerakan sosial yang dipicu oleh mahasiswa di Mesir pada Januari 2011. Sehingga peristiwa tersebut sering disebut “revolusi Facebook.” Gerakan dimedia sosial juga terjadi di Iran pada bulan Juni 2009 dengan nama Twitter Pemberontak“。Di Indonesiapada masa reformasibanyak kasus korupsi dikejar dan dipublikasikan secara transparan, karena menjadi konsumsi media sosial.Kinerja pemerintah dan DPR pun dikawal lewat gerakan dalam media sosial. Hal ini menunjukan gerakan dalam kehidupan sosial sudah berubah mengikuti perkembangan arus informasi teknologi.
    Lalu bagaimanakah mahasiswa menyingkapi hal ini? Akankan suatu saat gerakan mahasiswa tinggal menjadi kenangan ? dan mungkin menjadi momok dalam masyarakat, dikarenakan ketidak tertiban yang dibuatnya lewat aksi demonstrasi, serta semakin banyaknya sikap pragmatis mahasiswa gerakan yang selalu memiliki kepentingan individu disetiap aksi gerakan sosial. Gerakan mahasiswa harus kembali direfleksikan sebagai bentuk evaluasi gerakan sosial di era globalisasi.

Gerakan sosial Sebelum masuk lebih jauh membahas gerakan mahasiswa, perlu dipahami terlebih dahulu pengertian dari gerakan sosial. Hal ini penting, karena gerakan sosial merupakan salah satu fungsi dan peran dari mahasiswa. Mahasiswa sebagai masyarakat intelektual harus memahami keberadaanya dalam masyarakat yang plural. Menurut Darmawan Triwibowo, gerakan sosial adalah bentuk aksi sosial dan politik tertentu, yang dilakukan dalam konteks jejaring lintas kelembagaan yang erat oleh aktor-aktor yang diikat rasa solidaritas dan identitas kolektif yang kuat melebihi bentuk-bentuk ikatan dalam suatu koalisi. Menurut David Arbele (dalam Soenarto), gerakan sosial terlihat dalam empat tipologi :


Tipe alternative movement berupaya untuk merubah sebagian perilaku perilaku individu dalam kelompok masyarakat, seperti gerakan anti narkoba, kampanye HIV/AIDS, dan lainnya. Sedangkan tipe redemptive movement berupaya untuk merubah perilaku individu tertentu dalam masyarakat, secara menyeluruh, contohnya mengajak orang-orang tua di desa untuk belajar membaca dan berhitung, agar mereka bisa meningkatkan kualitas hidup secara ekonomi. Selanjutnya tipe reformative movement merupakan gerakan yang berupaya merubah masyarakat, akan tetapi dalam ruang lingkup yang terbatas, misalnya pemberdayaan kaum perempuan agar mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki, pendampingan kaum LGBT agar mereka mendapatkan pengakuan, dan lainnya. Sedangkan tipe trasnformative movement berupaya untuk mengubah perilaku dalam masyarakat secara menyeluruh, misalnya mengubah kekaisaran Cina menjadi Negara RRC yang berhaluan komunis tahun 1949, revolusi Perancis tahun 1789-1799, dan lainnya. Keempat tipe ini dapat menjadi pilihan alternatif gerakan dalam masyarakat, dengan mengenalisis kebutuhan perubahan terlebih dahulu.
    Dalam tiap gerakan perubahan sosial, selalu ada unsur mahasiswa yang menjadi motor penggerak. Gerakan civil society selalu digerakan oleh para akademisi dan intelektual yang berasal dari dalam kampus. Hal ini disebabkan karena gerakan sosial selalu bergerak diatas prinsip kebebasan berdemokrasi. Dan hal tersebut dipahami secara benar oleh kaum intelektual dalam kampus. Kampus merupakan ruang kebebasan dan keterbukaan. Perdebatan-perdebatan terjadi didalam kampus secara akademis, dengan berupaya menghilangkan sikap subyektifitas.
    GerakanBoedi utomo tahun 1908 dan sumpah pemuda 1929 sebagai embrio terbentuknya negara kesatuan Indonesia.Gerakan memperjuangkan kemerdekaan 1945 yang dimotori oleh para pelajar dan mahasiswa Indonesia, hingga reformasi 1998 menempatkan mahasiswa sebagai motor gerakan perubahan dalam masyarakat. Mahasiswa harus mampu untuk menganalisis masalah dan mencari solusi terhadap masalah tersebut, dan selanjutnya melakukan aksi sebagai simbol pergerakan dalam bentuk berbagai tipe. Reformasi 1998 merupakan upaya untuk melakukan perubahan sosial secara sebagian untuk meruntuhkan pemerintahan yang korup dan tidak berpihak pada masyarakat. Turunnya presiden Soeharto merupakan tujuan utama dalam gerakan tersebut. Namun pasca reformasi, mahasiswa kembali masuk ke kampus dan menjalankan tanggung jawabnya dalam belajar, sambil mengambil peran sesekali dalam menjalankan fungsi kontrolnya. Gerakan mahasiswa dilanjutkan lewat diskusi diberbagai media sebagai fungsi kontrol melanjutkan cita-cita reformasi.
    Saat ini gerakan dalam masyarakat menginginkan transformative movement. Kepemimpinan orde baru yang berlangsung selama 32 tahun, membuat masyarakat nyaman dengan keterpurukan. Korupsi saat ini terjadi diberbagai aspek kehidupan masyarakat. Budaya korupsi ternyata juga terjadi dalam kinerja pemerintahan tertinggi, wakil-wakil rakyat hingga ke tingkat-tingkat masyarakat terendah. Media-media massa menunjukan wajah Indonesia yang penuh dengan aksi korupsi dimana-mana. Hingga pada statement kontroversial salah satu pimpinan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), yang menyatakan bahwa kader salah satu organisasi gerakan mahasiswa yang sudah menjadi pejabat sangat dekat dengan korupsi. Selain korupsi, keterpurukan moral juga merajalela. Kasus asusila dan pemerkosaan bukan lagi dilakukan hanya oleh orang dewasa, namun juga anak-anak dibawah umur. Tindakan-tindakan diluar batas kemanusiaan dilakukan dan dipertontonkan sebagai realitas bangsa saat ini. Kurikulum agama dan pendidikan seakan-akan perlu dievaluasi lagi. Masyarakat menjadi tidak terkendali dan membutuhkan sebuah perubahan menyeluruh. Masihkah kita membutuhkan reformative movement ataukah sudah saatnya kita melangkah ke transformative movement. Gerakan sosial membutuhkan tenaga ahli untuk menggerakannya, dan mahasiswalah yang harus memainkan peran menjadi tenaga ahli tersebut.

Mahasiswa dan Gerakan mahasiswa 
Menurut A.M Fatwa dalam buku Syaifulla Syam (2005), mengemukakan bahwa mahasiswa merupakan kelompok generasi muda yang mempunyai peran strategis dalam kancah pembangunan, karena mahasiswa merupakan sumber kekuatan moral (moral force) bagi bangsa Indonesia. Hal ini berarti, bahwa mahasiswa merupakan bagian yang terintegral dengan masyarakat, namun dengan seleksi tertentu mengenyam pendidikan formal pada Perguruan Tinggi, dan mempunyai peran untuk mengaplikasikan pengetahuan dan pemahaman tingkat tingginya untuk pembaharuan dalam masyarakat. Hal ini senada dengan pemahaman Andito (2005), yang mengatakan bahwa mahasiswa merupakan kelas sosial di masyarakat yang mempunyai konotasi religiusitas, moralitas, intelektualitas dan humanitas. Mahasiswa merupakan penghubungan antara dimensi ketuhanan (maha) dan kemaklukan (siswa). Kata “maha” identik dengan makna kebenaran yang absolud, sedangkan kata “siswa” identik dengan sosok pembelajar yang senantiasa dinamis. Dengan demikian mahasiswa merupakan pembelajar yang dinamis, yang didalamnya kebenaran absolud yang diyakini masyarakat itu ada. Masyarakat memandang mahasiswa sebagai sumber pengetahuan dan pemahaman. Mereka adalah orang-orang terdidik yang akan membantu mengarahkan nasib bangsa ini. Dan secara historis menunjukan bahwa mahasiswa telah menjadi tokoh penting dalam tiap perubahan yang terjadi.
    Mahasiswa juga telah menjadi sumber kepemimpinan dalam berbagai perubahan dalam sejarah bangsa, serta disisi lain tetap menjadi anak muda yang idealis dan berpikir ilmiah. Apudin (2005) menyatakan bahwa mahasiswa merupakan kaum menengah yang tercerahkan, sebagai kaum cendekiawan dan intelektual muda yang memiliki kecenderungan sebagai seorang pemimpin yang mapan dan bila dalam suatu realitas sosial selalu menjadi pembaharu.
     Dalam bergerak, mahasiswa selalu berada dalam sebuah payung bersama. Di tingkatan Universitas, mahasiswa bergerak lewat organisasi Lembaga Kemahasiswaan atau organisasi kemahasiswaan internal kampus. Sedangkan diluar universitas mahasiswa selalu bergerak dengan payung-payung organisasi mahasiswa ekternal kampus. Para mahasiswa yang selalu bergerak seringkali disebut juga sebagai aktivis mahasiswa. Para aktivis ini melibatkan diri kedalam berbagai kegiatan-kegiatan organisasi dan sosial. Mereka selalu dikonotasikan sebagai pembaharu dan agen perubahan. Hal ini disebabkan karena banyak aktivitas mereka lebih difokuskan dalam penyingkapan wacana-wacana kemasyarakatan. Para mahasiswa yang secara individu memiliki kompetensi secara keilmuan dan berpikir sistematis membantu masyarakat dalam melihat realitas sosial dan perkembangan yang terjadi dilingkungan masyarakat.

Gerakan mahasiswa merupakan tindakan politik yang menjunjung tinggi moralitas. Disebut tindakan politik, bukan berarti mahasiswa berafiliasi dengan partai politik tertentu, namun merupakan sebuah gerakan politik dengan tujuan untuk mencapai cita-cita ideal sebuah bangsa. Politik merupakan alat yang harus digunakan oleh mahasiswa untuk menuju pada sebuah cita-cita ideal. Jown Rawls mengatakan, bahwa upaya untuk mencapai sebuah tujuan, itulah politik. Untuk itu peran gerakan mahasiswa dalam berpolitik itu sangat diperlukan. Politik ini harus dibimbing oleh moralitas agar ada kerelaan dan kemurnian dalam bergerak memperjuangkan sebuah cita-cita tetap terjaga. Menurut A. M. Fatwa mengenai peran mahasiswa dalam kehidupan sosial, yakni :
  • Mahasiswa telah mengalami proses pendidikan dan sosialisasi politik, sehingga mengetahui dan memahami serta meresapi persoalan-persoalan di masyarakat.
  • Mahasiswa merupakan kelompok masyarakat terdidik yang penuh dengan jiwa idealisme dan berhati nurani. Ia dapat menilai keadaan empirik dengan berpatokan kepada nilai-nilai idealitas, yang dalam banyak kasus seringkali tidak sesuai dengan apa yang ada dilapangan. Hal ini menyentuh nilai-nilai idealism mahasiswa
  • Mahasiswa mempunyai nyali dan keberanian luar biasa dalam melakukan perubahan-perubahan sosial menurut idealism yang mereka miliki.
    Untuk itu mahasiswa harus bergerak dalam sebuah gerakan mahasiswa sehingga ia tidak memarginalkan kompetensinya dan pesimis terhadap sebuah perubahan. Mahasiswa harus secara terus menerus mengawal setiap perubahan yang terjadi dimasyarakat. Menurut Arif Budiman dan Enin Supriyanto (1999), bahwa “mahasiswa bukan kelompok politik yang berusaha meraih kursi kekuasaan. Melainkan suatu kelompok moral (moral force) untuk memainkan peran bagi pencapaian cita-cita Negara. Tugas mahasiswa adalah melakukan kritik terhadap keadaan sosial yang kacau. Bila penguasa melakukan penyelewengan, mahasiswa harus melancarkan kritik sosial dan turun dari universitas. Tugas ini mirip sebagai intelektual resi dalam konsepsi kekuasaan di lingkungan budaya feudal-kolonial Jawa.”

Peran Mahasiswa Dalam Gerakan Sosial
1. Mahasiswa sebagai tulang punggung bangsa.
Diatas pundak mahasiswalah persoalan dan permasalahan bangsa diatasi dan dicermati. Sebagai kaum intelektual, mahasiswa diharapkan mampu untuk menyingkapi berbagai permasalahan yang ada ditengah-tengah masyarakat.Dalam menjalankan perannya tersebut, gerakan mahasiswa harus lepas dari berbangai kepentingan politis. Ia harus mengawal setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah maupun badan legilslatif. Gerakan mahasiswa harus bahu membahu membangun bangsa Indonesia, menuju pada cita-cita UUD 1945.Tiap perubahan sosial dalam bangsa ini melibatkan campur tangan mahasiswa. Tulang punggung tidaklah boleh lelah atau berhenti menjalankan fungsinya.Apabila itu terjadi, maka masyarakat akan kehilangan arah dan bangsa ini menuju pada kehancuran.
2. Mahasiswa sebagai radar dalam masyarakat. Mahasiswa harus menjadi radar bagi setiap kehidupan berbangsa dan bernegara.Menjadi radar berarti harus peka terhadap munculnya berbagai persoalan dalam masyarakat.Sebelum terjadi konflik sosial dan negara dalam keadaan chaos,mahasiswa harus menjadi pencegah dan mengarahkan situasi pada sebuah kondisi yang ideal. Dengan intelektualitas yang dimilikinya, serta kemampuan analisa menggunakan metode ilmiah,diharapkan mahasiswa selalu menjadikan masyarakat sebagai obyek yang harus dilindungi, dan bukan dieksploitasi secara intelektual oleh siapa pun. Menjadi radar membutuhkan kepekaan dan kewaspadaan. Mahasiswa harus memiliki sense of crisis yaitu peka dan kritis terhadap masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya saat ini. Hal ini akan tumbuh dengan sendirinya bila mahasiswa itu mengikuti watak ilmu, yaitu selalu mencari pembenaran-pembenaran ilmiah. Dengan mengikuti watak ilmu tersebut maka mahasiswa diharapkan dapat memahami berbagai masalah yang terjadi dan terlebih lagi menemukan solusi-solusi yang tepat untuk menyelesaikannya.
Dengan menjalankan peran sebagai radar, mahasiswa menjaga perubahan sosial sehingga mengarah pada kesejahteraan bersama.
3. Mahasiswa sebagai agent of change/ agen perubahan. Mahasiswa merupakan kelompok kecil dalam masyarakat. Mereka merupakan calon-calon pemimpin ahli yang mampu untuk menciptakan perubahan. Sejarah telah membuktikan bahwa gerakan mahasiswa selalu menjadi tonggak awal perubahan dalamsejarah bangsa ini. Untuk itu mahasiswa haruslah selalu sadar, bahwa sebagai tenaga ahli dan calon pemimpin dalam kehidupan bermasyarakat, ia haruslah selalu memberikan inovasi dan inspirasi agar tercipta sebuah kondisi ideal dalam masyarakat. Menjadi agen perubahan membutuhkan karakter pelayanan yang optimal. Sehingga mahasiswa tidak sibuk untuk mengasah inteletualitasnya saja, namun juga berbagi dan mengabdi bagi masyarakat.
4. Mahasiswa sebagai iron stock atau “masa depan bangsa” Mahasiswa merupakan calon-calon pemimpin bangsa ini. Untuk itu saat ia bermahasiswa, kepekaan sosial, keberpihakan intelektualitas dan tanggung jawab pelayanan harus terus diasah. Proses pengkaderan yang baik terhadap diri mahasiswa saat ini, menentukan kecermalangan bangsa diwaktu akan dating. Untuk itu sikap nasionalisme, tanggung jawab keilmuan, kepekaan social dan semangat penabdian haruslah terus dipupuk dalam diri tiap generasi muda saat ini. Bangsa yang memiliki masa depan, adalah bangsa yang memiliki stock pemimpin yang bertanggung jawab dan memiliki kepekaan sosial yang tinggi. Bangsa ini mau dibawa kemana, akan tampak dari generasi mahasiswa saat ini.
5. Mahasiswa sebagai Moral force Gerakan mahasiswa merupakan gerakan moral yang tidak berpihak pada kepentingan apapun. Kekuatan morallah yang membuat mahasiswa dapat diterima sebagai penggerak ditengah-tengah masyarakat. Kekuatan moral berangkat dari titik awal sebagai kemampuannya untuk menjadi radar dan peka terhadap kehidupan social disekitarnya. Dengan menjadi pergerakan mahasiswa menjadi kekuatan moral, maka semangat pengabdian intelektualitas mahasiswa akan didekatkan dengan kenyataan kehidupan masyarakat. Dengan kekuatan moral, kebenaran dan keadilan akan makin tampak wujudnya ditengah-tengah masyarakat.
6. Mahasiswa sebagai Social control Di era globalisasi arus informasi dan komunikasi tidak dapat dibendung. Untuk itu mahasiswa harus mainkan perannya sebagai kontrol sosial. Ia harus menjaga karakter bangsa dan perilaku masyarakat Indonesia. Perilaku-perilaku menyimpang dapat ditekan dan dialihkan dengan berbagai metode pendekatan. Dengan melakukan kontrol sosial, mahasiswa menjaga nilai dan karakter budaya bangsa Indonesia, sehingga tidak tergerus oleh arus globalisasi.


Sejarah Pergerakan Mahasiswa di Indonesia 
Mahasiswa di Indonesia telah menunjukan eksistensinya dalam pergerakan sejak masa sebelum kemerdekaan. Pada tahun masa sebelum kemerdekaan, para penjajah mengeksploitasi kekayaan Indonesia. Para penjajah juga membatasi ruang gerak masyarakat Indonesia untuk mendapatkan kelayakan hidup dan pendidikan. Dengan berjalannya proses penjajahan yang panjang pada akhirnya Belanda mengeluarkan suatu kebijakan politik yang bernama politik etis. Dimana kebijakan ini memberikan peluang bagi bangsawan indonesia untuk mendapatkan hak pendidikan. Kebijakan politik etis ini menjadi boomerang bagi Kolonial belanda. Beberapa kaum priyai Indonesia menyekolahkan anak mereka di sekolah Belanda seperti STOVIA (School tot Opleiding van indiche Artsen).Beberapa alumni STOVIA, seperti Soetomo, Cipto Mangun Kusumo, Wahidin Soediro Husodo, menginisiasi untuk mendirikan sebuah organisasi kelompok diskusi. Organisasi tersebut bernama Budi Utomo yang didirikan pada tanggal 20 Mei 1908. Organisasi ini didirikan dengan semangat memberikan pencerdasan bagi pemuda Indonesia. Diharapkan dari pencerdasan ini, dapat bertransformasi menjadi kekuatan perlawan terhadap penjajah.
    Selanjutnya, kegiatan perjuangan pemuda pada periode sebelum kemerdekaan masih terus berlanjut. Proses perjuangan yang dimulai dengan orientasi pencerdasan sampai pada perjuangan radikal secara fisik dalam memperjuangkan kemerdekaan. Dengan semangat kesatuan beberapa kelompok pemuda di Nusantara akhirnya melahirkan peristiwa Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada peristiwa bersejarah ini, para pemuda menyatukan suara dengan semangat perjuangan untuk mengusir kolonial yang bercokol di Indonesia. Berikutnya, dari Sumpah Pemuda 1928, maka gerakan kepemudaan yang berciri kedaerahan seperti Jong Java, Jong Sumatera, Jong Celebes, Jong Ambon dan sebagainya, pada tanggal 31 Desember 1930, mereka telah berfusi menjadi satu dan membentuk Perkoempoelan “INDONESIA MOEDA”. Perkumpulan ini dalam sejarahnya merupakan cikal bakal gerakan kepemudaan menuju Indonesia merdeka. Meskipun organisasi ini sudah tidak berdiri lagi dizaman pendudukan Jepang, para anggotanya tetap aktif memperjuangkan cita-cita mereka secara terselubung. Dengan menimba ilmu dan teknologi kemiliteran dizaman Jepang para pemuda bergabung dalam Tentara Nasional Indonesia, yang ahirnya pada periode Revolusi Kemerdekaan 1945-1949, dengan semangat cita-cita Sumpah Pemuda, ikut serta mewujudkan Proklamasi Kemerdekaan R.I, 17 Agustus 1945.
    Setelah kemerdekaan, pergerakan mahasiswa tidaklah selesai. Pada saat itu muncul kebutuhan akan aliansi antara kelompok-kelompok mahasiswa, di antaranya Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI), yang dibentuk melalui Kongres Mahasiswa yang pertama di Malang tahun 1947. Selanjutnya, dalam masa Demokrasi Liberal (1950-1959), seiring dengan penerapan sistem kepartaian yang majemuk saat itu, organisasi mahasiswa ekstra kampus kebanyakan merupakan organisasi dibawah partai-partai politik. Misalnya, GMKI Gerakan Mahasiswa kristen Indonesia dengan Parkindo, PMKRI Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia dengan Partai Katholik, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dekat dengan PNI, Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dekat dengan PKI, Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (Gemsos) dengan PSI, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) berafiliasi dengan Partai NU, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dengan Masyumi, dan lain-lain.
    Pada tanggal 1966, Mahasiswa membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), tepatnya tanggal 25 Oktober 1966 yang merupakan hasil kesepakatan sejumlah organisasi yang berhasil dipertemukan oleh Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pendidikan (PTIP) Mayjen dr. Syarief Thayeb, yakni PMKRI, HMI, PMII, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Sekretariat Bersama Organisasi-organisasi Lokal (SOMAL), Mahasiswa Pancasila (Mapancas), dan Ikatan Pers Mahasiswa (IPMI). Tujuan pendiriannya, terutama agar para aktivis mahasiswa dalam melancarkan perlawanan terhadap PKI, menjadi lebih terkoordinasi. Munculnya KAMI diikuti berbagai aksi lainnya, seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), dan lain-lain. Pada tahun 1965 dan 1966, pemuda dan mahasiswa Indonesia banyak terlibat dalam perjuangan yang ikut mendirikan Orde Baru. Gerakan ini dikenal dengan istilah Angkatan ’66, yang menjadi awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, sementara sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan. Gerakan ini berhasil membangun kepercayaan masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis yang ditukangi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia).
    Selanjutnya pada awal 1970-an, para mahasiswa terus melancarkan berbagai kritik dan koreksi terhadap praktek kekuasaan rezim Orde Baru, seperti Golput menentang pelaksanaan pemilu, gerakan menentang pembangunan TMII dan lainnya. Pada tahun yang sama pemuda dan mahasiswa kemudian mengambil inisiatif dengan membentuk Komite Anti Korupsi (KAK) yang diketuai oleh Wilopo. Terbentuknya KAK ini dapat dilihat merupakan reaksi kekecewaan mahasiswa terhadap tim-tim khusus yang disponsori pemerintah, mulai dari Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), Task Force UI sampai Komisi Empat. Berbagai borok pembangunan dan demoralisasi perilaku kekuasaan rezim Orde Baru terus mencuat. Menjelang Pemilu 1971, pemerintah Orde Baru telah melakukan berbagai cara dalam bentuk rekayasa politik, untuk mempertahankan dan memapankan status quo dengan mengkooptasi kekuatan-kekuatan politik masyarakat antara lain melalui bentuk perundang-undangan. Misalnya, melalui undang-undang yang mengatur tentang pemilu, partai politik, dan MPR/DPR/DPRD. Muncul berbagai pernyataan sikap ketidakpercayaan dari kalangan masyarakat maupun mahasiswa terhadap sembilan partai politik dan Golongan Karya sebagai pembawa aspirasi rakyat. Sebagai bentuk protes akibat kekecewaan, mereka mendorong munculnya Deklarasi Golongan Putih (Golput) pada tanggal 28 Mei 1971 yang dimotori oleh Arif Budiman, Adnan Buyung Nasution, Asmara Nababan. Protes mahasiswa terus berlanjut dan pada tahun 1972, dengan isu lainnya harga beras naik, berikutnya tahun 1973 selalu diwarnai dengan isu korupsi sampai dengan meletusnya demonstrasi memprotes PM Jepang Kakuei Tanaka yang datang ke Indonesia dan peristiwa Malari. Pada 15 Januari 1974, gerakan mahasiswa di Jakarta meneriakan isu “ganyang korupsi” sebagai salah satu tuntutan “Tritura Baru” disamping dua tuntutan lainnya Bubarkan Asisten Pribadi dan Turunkan Harga; sebuah versi terakhir Tritura yang muncul setelah versi koran Mahasiswa Indonesia di Bandung sebelumnya. Gerakan ini berbuntut dihapuskannya jabatan Asisten Pribadi Presiden.
    Setelah gerakan mahasiswa 1974, praktis tidak ada gerakan besar yang dilakukan mahasiswa selama beberapa tahun akibat diberlakukannya konsep Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) oleh pemerintah secara paksa. Kebijakan NKK dilaksanakan berdasarkan SK No.0156/U/1978 sesaat setelah Daoed Yusuf dilantik tahun 1979. Konsep ini mencoba mengarahkan mahasiswa hanya menuju pada jalur kegiatan akademik, dan menjauhkan dari aktivitas politik karena dinilai secara nyata dapat membahayakan posisi rezim. Menyusul pemberlakuan konsep NKK, pemerintah dalam hal ini Pangkopkamtib Soedomo melakukan pembekuan atas lembaga Dewan Mahasiswa, sebagai gantinya pemerintah membentuk struktur keorganisasian baru yang disebut BKK. Berdasarkan SK menteri P&K No.037/U/1979 kebijakan ini membahas tentang Bentuk Susunan Lembaga Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan Perguruan Tinggi, dan dimantapkan dengan penjelasan teknis melalui Instruksi Dirjen Pendidikan Tinggi tahun 1978 tentang pokok-pokok pelaksanaan penataan kembali lembaga kemahasiswaan di Perguruan Tinggi. Kebijakan BKK itu secara implisif sebenarnya melarang dihidupkannya kembali Dewan Mahasiswa, dan hanya mengijinkan pembentukan organisasi mahasiswa tingkat fakultas (Senat Mahasiswa Fakultas-SMF) dan Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (BPMF). Namun hal yang terpenting dari SK ini terutama pemberian wewenang kekuasaan kepada rektor dan pembantu rektor untuk menentukan kegiatan mahasiswa, yang menurutnya sebagai wujud tanggung jawab pembentukan, pengarahan, dan pengembangan lembaga kemahasiswaan. Dengan konsep NKK/BKK ini, maka peranan yang dimainkan organisasi intra dan ekstra kampus dalam melakukan kerjasama dan transaksi komunikasi politik menjadi lumpuh. Ditambah dengan munculnya UU No.8/1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan maka politik praktis semakin tidak diminati oleh mahasiswa, karena sebagian Ormas bahkan menjadi alat pemerintah atau golongan politik tertentu. Kondisi ini menimbulkan generasi kampus yang apatis, sementara posisi rezim semakin kuat.
    Sebagai alternatif terhadap suasana birokratis dan apolitis wadah intra kampus, di awal-awal tahun 80-an muncul kelompok-kelompok studi yang dianggap mungkin tidak tersentuh kekuasaan refresif penguasa. Dalam perkembangannya eksistensi kelompok ini mulai digeser oleh kehadiran wadah – wadah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tumbuh subur pula sebagai alternatif gerakan mahasiswa. Jalur perjuangan lain ditempuh oleh para aktivis mahasiswa dengan memakai kendaraan lain untuk menghindari sikap represif pemerintah, yaitu dengan meleburkan diri dan aktif di Organisasi kemahasiswaan ekstra kampus seperti HMI (himpunan mahasiswa islam), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) atau yang lebih dikenal dengan kelompok Cipayung. Mereka juga membentuk kelompok-kelompok diskusi dan pers mahasiswa. Beberapa kasus lokal yang disuarakan LSM dan komite aksi mahasiswa antara lain: kasus tanah waduk Kedung Ombo,Kacapiring, korupsi di Bapindo, penghapusan perjudian melalui Porkas/TSSB/SDSB.
    Memasuki awal tahun 1990-an, di bawah Mendikbud Fuad Hasan kebijakan NKK/BKK dicabut dan sebagai gantinya keluar Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan (PUOK). Melalui PUOK ini ditetapkan bahwa organisasi kemahasiswaan intra kampus yang diakui adalah Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT), yang didalamnya terdiri dari Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Dikalangan mahasiswa secara kelembagaan dan personal terjadi pro kontra, menanggapi SK tersebut. Oleh mereka yang menerima, diakui konsep ini memiliki sejumlah kelemahan namun dipercaya dapat menjadi basis konsolidasi kekuatan gerakan mahasiswa. Argumen mahasiswa yang menolak mengatakan, bahwa konsep SMPT tidak lain hanya semacam hiden agenda untuk menarik mahasiswa ke kampus dan memotong kemungkinan aliansi mahasiswa dengan kekuatan di luar kampus. Dalam perkembangan kemudian, banyak timbul kekecewaan di berbagai perguruan tinggi karena kegagalan konsep ini. Mahasiswa menuntut organisasi kampus yang mandiri, bebas dari pengaruh korporatisasi negara termasuk birokrasi kampus.
    Pada tahun 1998 mahasiswa bergerak menuntut reformasi dan dihapuskannya “KKN” (korupsi, kolusi dan nepotisme), lewat pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa, yang pada akhirnya memaksa Presiden Soeharto melepaskan jabatannya. Berbagai tindakan represif yang menewaskan aktivis mahasiswa dilakukan pemerintah untuk meredam gerakan ini di antaranya: Peristiwa Cimanggis, Peristiwa Gejayan, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II , Tragedi Lampung. Dengan kekuatan mahasiswa yang besar, maka pintu reformasi terbuka bagi Indonesia. Pemerintahan selanjutnya berusaha untuk menyuarakan suatu pemerintahan yang bersih, walaupun hal tersebut membutuhkan sebuah komitmen dan kerja keras. Akibat dari kerja keras mahasiswa maka salah satu produk reformasi yang terjadi adalah terbentuknya KPK.
    Pasca reformasi 1998, mahasiswa masih terus bergerak dengan tujuan untuk mengawal agenda reformasi yang telah dibuat. Gerakan mahasiswa pernah meredam pemerintah untuk agar tidak menaikan harga BBM pada saat masyarakat masih mengalami kesulitan. Gerakan mahasiswa juga ikut serta dalam mengawal agenda reformasi seperti pemberantasan korupsi. Gerakan mahasiswa harus terus dilakukan untuk menuju pada cita-cita sebuah masyarakat adil dan makmur.

Penutup Gerakan mahasiswa masih sangat dibutuhkan saat ini. Ditengah-tengah banyaknya gerakan kerelawanan dalam masyarakat, mahasiswa masih tetap menjadi patron bagi masyarakat. Jika diamati bentuk-bentuk gerakan kerelawanan yang terjadi saat ini, banyak yang dimotori oleh mahasiswa. Kerelawanan merupakan bentuk dari moral force yang lepas dari berbagai kepentingan.
    Masihkah gerakan mahasiswa memegang kendali terhadap perubahan yang terjadi di masyarakat? Jawaban terhadap pertanyaan tersebut, merupakan refleksi terhadap kebutuhan gerakan mahasiswa saat ini. Idealisme mahasiswa harus dikembalikan, sehingga social movement yang murnitetap masyarakat dapatkan, tanpa ada balas jasa dan kepentingan apapun. Mahasiswa harus kembali bergerak, walaupun dalam wujud dan bentuk yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA :
  • Darmawan Triwibowo, 2006, Gerakan Sosial Wahana Civil Society bagi Demokratisasi. LP3ES - Jakarta
  • Soenarto, 2000. Pengantar Sosiologi – Edisi kedua. Penerbit FEUI - Jakarta
  • Syaifullah Syam, 2006. Pola adaptasi mahasiswa baru jurusan PMPKN FPIPS UPI, studi analitik pada mahasiswa baru jurusan PMPKN FPIPS UPI。 Jurnal Civicus 1
  • Andito, 2005. Gerakan mahasiswa, so what gituloh?Makalah pada diskusi membedah ideology gerakan mahasiswa。Universitas Padjajaran - Bandung
  • Apudin, 2005. Mahasiswa dan masyarakat。Buletin Socius Edisi 1
 (Dibawakan sebagai materi dalam Pelatihan Menengah Kepemimpinan Mahasiswa UKSW di Java Muncul, pada tanggal 28 Mei 2016)
Link tulisan terkait:
Posting Komentar

Posting Komentar